Menghidupkan Kembali Berserikat di Tengah Ancaman Kapitalisme Baru
Oleh: Alfan
RakyatIndonesia.id - Ideologi berserikat adalah sebuah gagasan fundamental yang lahir dari kebutuhan akan keadilan sosial di tengah struktur ekonomi yang kerap timpang. Ia tumbuh dari kesadaran kolektif bahwa kekuatan pekerja hanya akan berarti jika mereka bersatu dalam sebuah wadah yang mampu menyuarakan kepentingan bersama. Di tengah dinamika kapitalisme global, ideologi ini menjadi sarana penting bagi kelas pekerja untuk menuntut hak-hak mereka yang sering kali terabaikan oleh sistem yang lebih memihak pemilik modal.
Secara historis, ideologi berserikat memiliki akar panjang dalam perjuangan kelas pekerja sejak era Revolusi Industri di abad ke-18. Di masa itu, eksploitasi buruh terjadi secara masif: jam kerja panjang, upah minim, dan kondisi kerja yang tidak manusiawi. Dalam konteks seperti inilah lahir organisasi buruh dan serikat pekerja, yang kemudian berkembang menjadi kekuatan sosial-politik yang cukup berpengaruh. Di Indonesia, semangat berserikat mulai tumbuh sejak masa penjajahan, lalu mengalami pasang surut sepanjang sejarah politik nasional, dari masa Orde Lama yang relatif memberi ruang bagi gerakan buruh, hingga Orde Baru yang menindasnya. Baru setelah era Reformasi, ruang demokrasi kembali membuka jalan bagi ideologi ini untuk berkembang lebih bebas.
Namun berserikat bukan sekadar membentuk organisasi pekerja. Di baliknya, terdapat nilai-nilai yang dipegang teguh: solidaritas, kesetaraan, dan perjuangan melawan ketidakadilan struktural. Berserikat adalah bentuk perlawanan terhadap dominasi ekonomi-politik yang tidak berpihak pada kepentingan buruh. Ia menjadi alat perjuangan, sekaligus ruang edukasi politik bagi pekerja agar mampu memahami hak-haknya, serta memiliki posisi tawar yang lebih kuat di hadapan pengusaha dan negara.
Dalam perkembangannya, ideologi berserikat tidak hanya fokus pada isu-isu klasik seperti kenaikan upah atau jam kerja yang layak. Kini, serikat-serikat pekerja juga mulai terlibat dalam advokasi kebijakan publik, menolak undang-undang yang merugikan buruh, memperjuangkan jaminan sosial, hingga memperluas perlindungan terhadap pekerja informal dan gig economy. Ini menunjukkan bahwa ideologi berserikat terus beradaptasi dengan perubahan zaman dan kebutuhan baru dalam dunia kerja.
Namun demikian, tantangan terhadap eksistensi ideologi ini tidak sedikit. Di berbagai tempat, pendirian serikat masih mendapat perlawanan dari pengusaha, termasuk bentuk intimidasi dan pemecatan terhadap pengurus serikat. Di sisi lain, fragmentasi antar serikat dan lemahnya kesadaran politik di kalangan buruh muda menjadi hambatan serius bagi konsolidasi kekuatan. Banyak generasi pekerja baru yang menganggap serikat sebagai sesuatu yang kuno dan tidak relevan, padahal mereka menikmati hasil perjuangan serikat dalam bentuk hak cuti, upah minimum, dan perlindungan kerja.
Menghadapi tantangan itu, revitalisasi ideologi berserikat menjadi suatu keharusan. Pendidikan politik harus diperkuat, teknologi informasi dimanfaatkan untuk memperluas jaringan dan menyebarkan kesadaran, serta solidaritas lintas sektor perlu dibangun untuk menyatukan suara pekerja formal dan informal. Di tengah dunia kerja yang semakin fleksibel dan tidak pasti, berserikat adalah salah satu bentuk pertahanan terakhir bagi pekerja dalam mempertahankan martabat dan kesejahteraannya.
Dengan demikian, ideologi berserikat bukan sekadar urusan pekerja dan serikat. Ia menyangkut tatanan sosial yang lebih besar: tentang siapa yang punya kuasa, siapa yang mendapatkan hasil dari kerja, dan bagaimana keadilan bisa diwujudkan dalam kehidupan sehari-hari. Di tengah arus globalisasi dan tekanan neoliberalisme, berserikat tetap menjadi simbol perlawanan dan harapan akan dunia kerja yang lebih manusiawi dan adil. Red
Komentar
Posting Komentar