Penghapusan Outsourcing: Apakah Hanya Mimpi?


Oleh. Alfan

RakyatIndonesia.id - Isu penghapusan sistem outsourcing kembali mengemuka setelah sejumlah serikat pekerja di berbagai wilayah Indonesia menggelar aksi protes menuntut kejelasan kebijakan ketenagakerjaan nasional. Tuntutan utama mereka: hapuskan outsourcing dan berikan kepastian kerja bagi seluruh buruh. Namun, apakah penghapusan outsourcing benar-benar realistis, atau hanya sekadar mimpi di tengah dinamika ekonomi global dan domestik?

Apa Itu Outsourcing?

Outsourcing, atau alih daya, adalah sistem kerja di mana perusahaan mempekerjakan tenaga kerja melalui pihak ketiga (vendor) untuk mengisi posisi tertentu. Biasanya pekerjaan yang dialihdayakan adalah pekerjaan non-inti (non-core business), seperti petugas keamanan, cleaning service, hingga operator produksi.

Sistem ini disebut-sebut memberikan fleksibilitas bagi perusahaan, efisiensi biaya, dan kemudahan dalam manajemen sumber daya manusia. Namun bagi pekerja, outsourcing sering diartikan sebagai simbol ketidakpastian, rendahnya upah, dan minimnya jaminan sosial.

Janji Penghapusan yang Tak Kunjung Terealisasi

Wacana penghapusan outsourcing sebenarnya bukan hal baru. Dalam kampanye politik maupun janji pemerintah, isu ini kerap diangkat sebagai bentuk perhatian terhadap kesejahteraan buruh. Namun hingga kini, regulasi hanya membatasi outsourcing untuk jenis pekerjaan tertentu dan bukan benar-benar menghapusnya.

Misalnya, Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 2021 sebagai turunan dari UU Cipta Kerja, menyebutkan bahwa pekerjaan alih daya hanya dibolehkan untuk kegiatan penunjang yang tidak berkaitan langsung dengan proses produksi utama. Meski demikian, pelaksanaannya masih menuai kontroversi karena praktik di lapangan sering tidak sejalan dengan ketentuan tersebut.

Sudut Pandang Pengusaha

Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) menyatakan bahwa penghapusan outsourcing secara total justru dapat membebani industri, terutama sektor padat karya yang sangat bergantung pada efisiensi biaya tenaga kerja.

Menurut Apindo, yang dibutuhkan adalah perbaikan sistem outsourcing agar lebih adil dan transparan, bukan penghapusan total.

Jeritan Para Buruh

Di sisi lain, para pekerja merasa terjebak dalam lingkaran ketidakpastian. Banyak dari mereka tidak mendapatkan jaminan pensiun, kesehatan yang layak, atau kepastian kontrak kerja. Dalam sistem outsourcing, pekerja bisa saja diberhentikan sewaktu-waktu tanpa pesangon memadai.

Serikat buruh menilai sistem ini melanggengkan ketidakadilan struktural dan memosisikan pekerja sebagai komoditas, bukan manusia yang memiliki hak untuk hidup layak.

Solusi atau Jalan Tengah?

Beberapa kalangan akademisi menyarankan pendekatan reformasi ketimbang penghapusan total. Reformasi ini meliputi peningkatan standar perlindungan pekerja outsourcing, kewajiban vendor untuk memberikan jaminan sosial, dan transparansi dalam sistem rekrutmen.

Antara Realita dan Harapan

Penghapusan outsourcing bukanlah perkara sederhana. Ini bukan hanya soal politik dan hukum, tetapi juga menyangkut struktur ekonomi, dinamika bisnis, dan kondisi pasar tenaga kerja. Bagi buruh, penghapusan mungkin adalah mimpi tentang keadilan dan masa depan yang lebih pasti. Bagi pengusaha, itu bisa menjadi ancaman efisiensi dan daya saing.

Pertanyaannya kini bukan sekadar “bisakah outsourcing dihapus?”, tetapi lebih pada “apa yang bisa dilakukan sekarang agar sistem ketenagakerjaan kita lebih manusiawi dan berkeadilan?”

Sampai saat itu datang, penghapusan outsourcing mungkin masih akan tetap menjadi impian, namun bukan berarti tidak layak diperjuangkan. (Red)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Solidaritas Pemuda Plintahan Gelar Gema Takbir Keliling Berhadiah dalam Rangka Peringatan Hari Raya Idul Adha 1446 H

Antusiasme Warga Dusun Plintahan RT 04 RW 02 Rayakan Hari Raya Idhul Adha

Pandai Besi: Warisan Nenek Moyang yang Hampir Punah Tergerus Jaman